Artikel Terbaru :

KARTINI, OH, KARTINI

Ibu kita Kartini, putri sejati, putri Indonesia, harum namanya. Ibu kita Kartini, pendekar bangsa, pendekar kaumnya, untuk merdeka. Wahai ibu kita Kartini, putri yang mulia, sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia.

Sobat muda, tentunya syair lagu di atas, tak asing lagi di telinga kita. Apalagi di bulan April, tepatnya tanggal 21 April. Lagu Ibu Kita Kartini, berkumandang di mana-mana, plus seabreg kegiatan untuk menyambut peringatan hari lahir Kartini. Lomba fashion show kebaya ala Kartini, lomba memasak, lomba melukis foto Kartini, dan sebagainya.

Banyak pihak, menilai bahkan mengagungkan Kartini sebagai sosok pejuang harkat dan martabat wanita agar bisa sederajat dengan laki-laki. Bahkan untuk kalangan feminisme, Kartini disebut-sebut sebagai pahlawan pejuang kesetaraan gender. Benarkah demikian?????



Sobat muda, ternyata telah terjadi distorsi sejarah Kartini. Hal yang terus dibesar-besarkan dan di angkat ke permukaan, hanyalah Kartini sebagai pejuang emansipasi wanita. Hasilnya, para wanita di zaman sekarang, salah kaprah dalam mengartikan emansipasi wanita. Emansipasi wanita diartikan sebagai kebebasan tanpa batas bagi wanita dalam mengekspresikan diri, sampai-sampai kehormatannya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT digadaikan,  demi meraih emansipasi wanita. Na'adzu billaahi min dzaalik! Betapa sekarang, wanita dijadikan sebagai barang konsumtif. Media massa, baik cetak maupun elektronik,  memegang peranan yang tidak sedikit. Mereka sangat mengeksploitasi wanita, agar produk mereka laku di pasaran. Mulai dari iklan shampo, sabun, sampai iklan mobil, semuanya menggunakan wanita. Mulai dari acara berita sampai acara sinetron, semua menampilkan sosok wanita. Seperti itukah, maksud perjuangan Kartini????

TENTU TIDAK, sobat muda! Dalam suratnya,  Kartini meminta pemerintah Hindia Belanda memperhatikan nasib pribumi dengan menyelenggarakan pendidikan. Ia mengungkap hal yang sama kepada sahabat-sahabatnya, terutama pendidikan bagi kaum wanita. Alasan utamanya, karena wanitalah yang membentuk budi pekerti anak. Berulang-ulang Kartini menyebut wanita adalah istri dan pendidik anak yang pertama-tama. Dia bercita-cita mengusahakan pendidikan dan pengajaran,  agar wanita lebih cakap dalam menjalankan kewajibannya, dan tidak bermaksud menjadikan anak-anak perempuan menjadi saingan laki-laki. Tidak ada keinginan Kartini untuk mengejar persamaan hak dengan laki-laki dan meninggalkan perannya dalam rumah tangga. Bahkan ketika ia menikah dengan seorang duda yang memiliki banyak anak, Kartini sangat menikmati tugasnya, sebagai istri dan ibu bagi anak-anak suaminya. Inilah yang membuat Stella, sahabatnya, heran mengapa Kartini rela menikah dan menjalani kehidupan rumah tangganya. Nah loh, sobat muda. Bila Kartini masih hidup, kebayang betapa hancurnya hati beliau menyaksikan wanita-wanita di zaman sekarang, yang kebablasan dalam memaknai emansipasi.

Lihat pula keteguhan Kartini dalam mempertahankan keyakinannya sebagai pemeluk agama Islam. Beliau tidak mempan sedikit pun terhadap bujukan Ny. Van Kol, sahabat penanya di negeri Belanda pada saat itu. "Yakinlah Nyonya, kami akan tetap memeluk agama kami yang sekarang ini. Serta dengan Nyonya kami berharap dengan senangnya, moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama kami (Islam) patut di sukai". Subhanallah! Walaupun pada awalnya, Kartini pernah merasa bimbang terhadap agama Islam, karena belum memaknai Al Quran seutuhnya. Akhirnya, setelah beliau mendalami makna Al Qur'an, sejak 17 Agustus 1902, disimpulkan kebulatan hatinya. "Sekarang ini kami tiada mencari penghibur hati pada manusia. Kami berpegang teguh di tangan-Nya. Maka hari gelap gulita pun menjadi terang. Dan angin ribut pun menjadi sepoi-sepoi".

Sobat muda, kata-kata HABIS GELAP TERBITLAH TERANG yang kemudian menjadi judul buku kumpulan surat-surat Kartini, bersumber dari QS. Al Baqarah: 257 yang artinya "Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman)..."

Perjuangan Kartini, membukakan pintu bagi para wanita untuk bisa menjalani fitrahnya sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya.Wanita adalah sekolah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Wanita adalah kunci peradaban. Ditangannyalah, tercetak generasi penerus masa depan bangsa. Wanita adalah tiang negara. Dalam genggaman karyanya, peradaban bangsa menjadi taruhan. So, bercerminlah pada KARTINI, wahai kartini-kartini muda!



By. Wie Zahratunnisa 
Sumber: Menemukan Sejarah karya Ahmad Mansyur Suryanegara, MIZAN, 1996
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Mr Popo
Copyright © 2014. Islamic Youth Care Langsa - All Rights Reserved
Template Edited by P. Ardiansyah
Proudly powered by Blogger